Gegara Syarat PCR, Wisatawan Batalkan Bookingan Hotel di Bali
JAKARTA, PANTAUNEWS.CO.ID - Syarat hasil tes PCR menjadi hal yang wajib ketika liburan ke Bali. Ternyata ini membuat banyak wisatawan batalkan pesanan hotel.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Karangasem, Bali, I Wayan Kariasa menyampaikan pemberlakuan kewajiban tersebut membuat biaya liburan membengkak sehingga banyak wisatawan nusantara yang membatalkan perjalanan ke Bali.
"Ternyata, dulunya dengan rapid antigen sekarang harus dengan PCR swab. Jadi, biayanya hampir lima kali lipat naik dari dari harga antigen. Ini cukup beban buat para wisatawan dan juga mengamputasi kita dalam pergerakan ekonomi kita di Bali," kata Kariasa, saat dihubungi Selasa (26/10) dikutip dari CNNIndonesia.com.
Ia juga menyatakan, dengan diberlakukan kewajiban swab PCR untuk ke Bali, banyak wisatawan yang menjadwalkan ulang pemesanan ulang hotelnya. Hal itu menimbulkan kerugian bagi pihaknya.
"(Kalau kerugian) kalau rata-rata harga kamarnya Rp 400 ribu sampai Rp 500 ribu per malamnya. Juga ada teman-teman mengalami hal yang sama, belum lagi booking-an kita dari Eropa sudah masuk kemarin di Bulan Desember juga cancel," jelasnya.
Menurut Kariasa, sejumlah wisman juga membatalkan perjalanan karena kebijakan karantina lima hari.
"Karena beberapa (wisman) yang menanyakan ke saya harus karantina lima hari (jadi) tidak jadi ke Bali dulu. Jadi, dia melihat situasi ke depan sampai situasi betul-betul masuk Bali tanpa karantina. Itu juga menjadi kendala kita," ujarnya.
Ia menilai, kebijakan karantina lima hari dan wajib tes PCR sangat memberatkan wisatawan yang datang ke Bali. Menurutnya, kalau memang ada wajib tes PCR harganya jangan terlalu mahal sehingga tidak memberatkan wisatawan.
"Tadi saya dapat di beberapa grup WhatsApp lain justru harga rapid antigen di Bali yang pengen cepat ada Rp 1,9 juta. Itu sangat gila sekali harganya. Ada informasi seperti itu, jadi ladang bisnis jadinya," ujarnya.
Sementara, untuk karantina wisman selama lima hari seharusnya juga bisa melihat kompetitor Indonesia yaitu Thailand yang tanpa karantina dan menurutnya dengan kebijakan seperti itu bisa saja banyak wisman yang malah beralih ke Thailand.
"Misalnya, Thailand yang rencananya buka bulan November itu kan nol karantina atau tanpa karantina. Nah, dalam hal ini apa sih yang dilakukan di Thailand kok dia bisa membuka pariwisatanya tanpa karantina. Mungkin hal ini, juga perlu dipelajari oleh pemerintah dalam hal ini apa yang dipenuhi," ujarnya.
Selain itu, menurutnya, promosi Thailand yang begitu besar juga menjadi pukulan telak buat pariwisata di Indonesia.
"Thailand menjadi pesaing berat buat Bali, khususnya Indonesia, dalam hal wisatawan mancanegara untuk di masing-masing negara," ujar Kariasa. (*)
Berita Lainnya
Batu Teritib Dilanda Angin Puting Beliung, Warga Panik dan Berhamburan Keluar Rumah
LSM Perangkap Sikapi Dugaan Pelanggaran Peraturan Walikota Tangerang
Polres Dumai Laksanakan Binluh Guna Mengantisipasi penyebaran faham radikalisme dan anti Pancasila serta tindak kejahatan terorisme
Bakti Sosial Polisi Humanis Polres Dumai Dilaksanakan Atas Kepedulian Terhadap Masyarakat
Diduga Karena Getaran Pengerjaan Proyek HK di Jalan Ahmad Yani Pekanbaru, Satu Pohon Tumbang dan Timpa 3 Unit Mobil Warga
Pesona Wisata Alam Pulau Kelor Yang Masih Perawan Nan Sensual
Serahkan Sang Saka Merah Putih, Kapolda Riau Lepas Penugasan Brimob BKO Polda Papua
Permintaan Maaf
PKS Minta PPATK Ungkap Kepala Daerah yang Cuci Uang di Kasino
Pemindahan Bandara SSK II Pekanbaru Direncanakan Masuk RPJMN 2020 - 2024
Di Cari Polisi Media Online Penyebar Berita Pengalihan Isu
TKQ/TPQ Al-Anshor Tetap Eksis Menumbuhkembangkan Generasi Qurani