Pelalawan, PantauNews.co.id - Maraknya keberadaan pondok takhfiz di negeri ini begitu menjamur, ada dimana-mana, baik di kota maupun di desa bahkan sampai ke pelosok pelosok kampung. Fenomena ini menjadi tren baru ber-agama akhir-akhir ini. Para hafidz/hafidzoh mendapat tempat yang begitu istimewa dihati masyarakat.
Para orang tua begitu berambisi mempunyai anak-anak yang biasa hafal Al-qur’an agar meraih mahkota surga yang di idam-idamkan. Padahal untuk meraih pahala, banyak cara/amalan yang bisa dilakukan. Diantaranya, mengamalkan/membaca surat al ikhlas saja dengan rutin 1x, 3x, 11x atau bahkan 50x diwaktu-waktu tertentu, tidak hanya mahkota yang didapatkan, malah surga itu sendiri bisa diraih. Karena menurut Anas bin Malik ra, sangat banyaklah faedah / pahala yang bisa didapatkan dengan mengamalkan surat al ikhlas tersebut. Bahkan menurut hadist, membaca satu surat al ikhlas, sama dengan kita sudah membaca sepertiga isi al qur’an.
Pemerintah pun dalam hal ini pemda, gubernur, bupati, camat sampai kepala desa, ikut berlomba-lomba dalam mengangkat harkat dan derajat para penghafal qur’an dengan memberi perhatian yang cukup besar, dengan memberi kemudahan-kemudahan dalam perijinan, mengutamakan mereka dalam program-program bantuan social, tanpa harus melihat kontribusi mereka pada Negara. Apakah mereka cinta NKRI, ikut partisipasi dalam bela Negara,pro dengan ke-bhineka-an, tidak begitu penting, yang penting mereka hafidz…
Para pengusaha juga tak mau ketinggalan. Mereka memberi discount atau potongan harga pada hafidz pembeli produk-produknya. Bahkan ada pengusaha warung makan dan minuman yang memberi gratis pada pembeli makanan atau minuman bagi yang hafal beberapa jus ayat al-qur’an. Semua diberikan tanpa harus melihat apakah yang bersangkutan cinta produk dalam negeri, punya jiwa entrepreneurship, setidaknya mereka punya andil dalam menggalakkan perekonomian umat, sepertinya tidak masalah…
Bahkan ada beberapa rektor perguruan tinggi Negri menerima para mahasiswa/i tanpa melalui tes seleksi masuk PTN (umum) dengan syarat hafal minimal 5 jus ayat al-quran. Mungkin pertimbangan mereka, anak-anak yang mampu hafal Al-quran tersebut memiliki kecerdasan diatas rata-rata dibandingkan dengan anak-anak lain. Padahal untuk bisa menghafal sesuatu, ada instrument utama yang disebut otak. Otak apabila di latih dengan metode-metode dan pola-pola atau rumusan-rumusan tertentu akan bisa mengoptimalkan fungsi memori di dalamnya. Dan ini bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa harus melihat suku atau ras nya, kondisi sosialnya bahkan agamanya sekalipun. Belakangan tidak sedikit kita dengar mahasiswa/i yang gagal atau kesulitan dalam menyelesaikan kuliahnya.
Jadi rasanya kurang relevan mengukur kecerdasan seseorang dilihat dari kemampuannya dalam menghafal al-qur’an. Akan menjadi relevan apabila fakultas / jurusan yang diambil adalah jurusan agama islam.
Begitulah istimewa dan luar biasanya penghargaan yang diberikan kepada para penghafal al-qur’an. Sementara yang terpenting bukanlah sekedar hafal, tapi lebih dari itu adalah faham dan mengerti makna yang terkandung dalam quran itu sendiri. Dengan cara mengkaji, mentadabburi qur’an tersebut sehingga berbuah pada akhlak/ sikap terpuji, tindakan yang baik, dan bertingkah laku menyenangkan bagi semua orang bahkan bagi alam semesta.
Sementara itu agama pun tidak memeritahkan kita untuk menghafal. Yang ada adalah perintah untuk membaca. Walaupun banyak kita dengar para ulama-ulama salaf terdahulu banyak yang hafal al-qur’an. Bahkan dijuluki seorang hafidz terkenal. Tapi yang mereka lakukan adalah membaca. Dengan seringnya membaca quran tersebut jadinya bisa hafal. Bukan seperti dewasa ini, sengaja untuk menghafal, bahkan niat awalnya untuk menjadi seorang hafidz/hafidzoh.
Salah satu metode yang diterapkan pembimbing di pondok-pondok tahfidz tersebut agar santri bisa cepat dan kuat hafalannya, yakni dengan terus mengulang-ulang hafalannya dengan tidak memakai mushaf al quran, minimal 8 jam per hari agar hafalannya tidak hilang. Begitu banyak waktu yang dihabiskan… pertanyaannya .. kapan lagi waktu untuk mentaddaburi dan mengkaji kandungan al quran tersebut. Sedangkan membca al quran dengan memakai mushaf dibandingkan dengan tanpa mushaf, menurut imam Nawawi lebih utama membaca dengan memakai mushaf. Karena akan terjaga dari adab-adab yang baik dalam membaca al qur’an, seperti selalu dalam keadaan suci, menutup aurat, menghadap kiblat dan yang terpenting, terhindar dari kesalahan baca. Sementara membaca dengan tidak memakai mushaf, adab-adab dalam membaca quran tersebut sering tidak diperhatikan bahkan terabaikan.
Untuk itu marilah kita mencintai Al-qur’an dengan sering membacanya dan selalu mangkaji dan mendalami makna yang terkandung dalam ayat-ayat al quran tersebut. Sehingga al quran itu benar-benar bisa menjadi obat, menjadi petunjuk dalam kehidupan sehari-hari dan berbuah pada tingkah laku yang qur’ani, aamiin…
By: Helm’s
Aktifis NU
Pelalawan, Juni 2020