Kader Tinggalkan Partainya demi Maju Pilkada, Ini Kata Pengamat

Ahad, 23 Agustus 2020

Pekanbaru, PantauNews.co.id - Pilkada serentak 9 daerah di Provinsi Riau diyakini akan berlangsung seru dan penuh drama.

Selain sikut-sikutan para calon untuk mendapatkan dukungan Parpol, para kader yang tak mendapatkan rekomendasi dari partainya dan 'kekeh' maju dengan partai lain juga menarik untuk disimak.

Penelusuran, saat ini ada beberapa kader dari Partai Golkar dan PAN yang maju dengan partai lain karena tak mendapat rekomendasi partai.

Para kader tersebut ternyata menjabat posisi strategis di masing-masing partai.

Seperti Sahril Topan yang akan maju mendampingi Hamulian di Pilkada Rohul dan sudah mendapatkan rekomendasi PPP, adalah ketua DPD PAN Rohul.

Nasarudin yang akan mendampingi Zukri Misran di Pilkada Pelalawan dan sudah mendapat rekomendasi PDIP, PPP, dan PKB adalah Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD I Partai Golkar Riau.

Selanjutnya, ada nama Sujarwo, Wakil Ketua DPD PAN Siak akan maju mendampingi Said Arif Fadillah dan telah mendapatkan rekomendasi dari Golkar dan Gerindra.

Selanjutnya, Supriati yang akan mendampingi Irjen Wahyu Adi di Pilkada Inhu merupakan Wakil Ketua Bidang Tani dan Nelayan DPD I Golkar Riau.

Ada satu nama lagi yang digadang - gadang akan maju dengan partai lain, namun hingga saat ini belum ada kejelasan dan masih sebatas isu, yakni Gumpita yang merupakan Wakil DPD I Partai Golkar Riau yang membidangi pemenangan wilayah Kuansing-Inhu diisukan akan maju mendampingi Fahdiansyah di Pilkada Kuansing.

Pengamat politik dari Universitas Riau, Tito Handoko menganalisa, aksi comot-comotan dalam kontestasi politik Indonesia menggambarkan tidak mengakarnya ideologi partai dalam diri kadernya.

"Sehingga para kader tidak memiliki beban moral ketika bertentangan dengan kebijakan partai, dan ini juga menandakan pemikiran pragmatis elit politik di Indonesia umumnya dan daerah khususnya," kata Tito.

Tito mengatakan, Parpol dalam konteks Pilkada juga sangat pragmatis, dia menggambarkan bahwa partai "asal cocok, gas".

"Kondisi ini sebetulnya tidak akan terjadi jika regulasi Pilkada sedikit dilonggarkan dengan jumlah persentase kursi dan suara sehingga partai dengan perolehan kursi dan suaranya dapat mengusung kadernya sendiri," cakapnya lagi.***