Kekosongan Jabatan Pejabat Pemko Dumai, Prapto Sucahyo: Pengawasan DPRD Mana?

Kamis, 20 Agustus 2020

Dumai, PantauNews.co.id – Penggantian pejabat dalam rangka mengisi kekosongan, promosi jabatan, serta penyegaraan, membina dan membangun organisasi pemerintah oleh kepala daerah selaku pejabat pemerintahan kerap menyisakan persoalan. Seperti yang terjadi dalam pelantikan pejabat dilingkungan Pemko Dumai pada awal tahun Januari 2020 lalu.

Seperti dilansir Cakaplah.com, Selasa (7 /1/2020) lalu, dengan judul berita "203 Pejabat Dumai Dilantik, Paisal Balon Walikota Dicopot dari Kadiskes". Dikabarkan beberapa undangan yang hadir mempertanyakan kebijakan Walikota Dumai yang menggeser pejabat yang akan ikut bertarung dalam Pilkada Dumai yang tidak adil notabene dilakukan secara menyeluruh tetapi hanya satu pejabat saja.

Meskipun jelang Pilkada 2020 ini terdapat beberapa nama pejabat eselon II yang diprediksi akan berkontestasi pada Pilkada Dumai 2020, diantaranya Kepala Dinas DPMPTSP Hendri Sandra SE, Kepala Dinas Kesehatan H Paisal SKM dan Kepala Disdukcapil Suardi Ssy. Ternyata, dalam pelantikan, hanya H Paisal SKM yang digeser dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Dumai menjadi Staf Ahli Pemko Dumai.

Belakangan, pelantikan pejabat Pemko Dumai yang mengakibatkan beberapa OPD dipimpin oleh Pelaksana Tugas (Plt) tersebutpun, tak luput jadi objek pemberitaan media sebagaimana ditulis Redaksi Pantaunews.com, Sabtu, 8/8/2020 dengan judul “Sudut Pandang Redaksi: Banyaknya Kekosongan Jabatan, Ada Apa dengan Pemko Dumai?”.

Anggota DPRD Dumai 2009 – 2014 Prapto Sucahyo, juga ikut menanggapi terkait kekosongan jabatan dilingkungan Pemko Dumai.

“Jujur saya tidak terlalu kaget dengan permasalahan yang diangkat media tersebut. Dugaan saya, dalam menggunakan wewenang pejabat Pemko Dumai tak lagi mengacu pada asas-asas umum pemerintahan yang baik dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ungkap mantan Legislator Dumai yang cukup dinilai vokal dikalangan publik, Kamis (20/8/2020).

Ditambahkannya, kewajiban pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan administrasi yang terkesan diabaikan Pemko Dumai adalah soal kedudukan status hukum pada aspek organisasi dan kepegawaian.

Seperti yang penah dimuat di media sebelumnya terkait status jabatan Penjabat Sekda di Monitorriau.com (24/7/2019), dengan judul “Cahyo: Status Pj Sekda Dumai Diduga Bodong” dan di Globalriau.com, Kamis (11/10/2018) lalu, dengan judul “Enam Jabatan Baru di RSUD Dumai Diduga “Siluman”.

“Menanggapi persoalan diatas, legalitas jabatan direktur yang diduduki drg Ridonaldi itupun, patut dipertanyakan. Sebab, sampai hari ini beliau belum pernah dilantik dan diambil sumpahnya atas jabatan tersebut,” paparnya.

Hal ini menurut pria yang akrab disapa Cahyo ini, bahwa pelantikan pejabat eselon II Pemko Dumai telah merubah status jabatan pimpinan OPD dari pejabat definitif menjadi Plt. Kondisi tersebut tentu tidak menyalahi Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara (SE BKN) Nomor: 2/SE/VII/2019 tertanggal 30 Juli 2019, yang menegaskan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2015 tentang Administrasi Pemerintahan yaitu Pasal 14 ayat (2) huruf b bahwa pejabat pemerintahan memperoleh mandat, apabila merupakan pelaksana tugas yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap.

Seprti dikutip laman situs Bawaslu, Rabu (8/1/2020) menyebutkan, dalam menjaga netralitas ASN jelang dilaksankannya Pilkada serentak 2020, terhitung hari ini, Rabu, 8 Januari 2020 hingga akhir masa jabatan, kepala daerah dilarang melakukan mutasi pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Bagi kepala daerah yang melanggar terancam sanksi administrasi dan pidana. Mengingat tanggal pelaksaan penetapan paslon (pasangan calon) peserta pemilihan tahun 2020 yaitu tanggal 8 Juli 2020, maka larangan mutasi jabatan enam bulan sebelum penetapan paslon yaitu pada 8 Januari 2020,” jelas Ketua Bawaslu Abhan dilansir situs Bawaslu.go.id (Rabu, 8/1/2020).

“Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam hal pengisian jabatan dilingkungan OPD Pemko Dumai, khususnya tpenggantian beberapa pejabat eselon II jelang Pilkada 2020 oleh Walikota yang sejalan jadwal perubahan APBD 2020, diduga kuat sarat konflik kepentingan,” tukas Cahyo.

Tambahnya, APBD adalah belanja sektor publik. Akibat penggantian pejabat tersebut pengelolaan anggaran daerah yang mestinya dilakukan oleh pejabat definitif, yaitu yang disumpah atas jabatannya beralih ke pelaksana tugas (Plt) yang tidak dilantik dan hanya melaksanakan tugas berdasarkan mandat Walikota.

Ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2015 tentang Administrasi Pemerintahan sesuai Pasal 14 ayat (7) cukup jelas bahwa badan dan/atau pejabat pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Mandat tidak berwenang mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.

Dimana dalam penjelasannya, menyebutkan yang dimaksud dengan ‘perubahan alokasi anggaran’ adalah melakukan perubahan anggaran yang sudah ditetapkan alokasinya.

“Artinya Plt tidak memiliki kewenangan terhadap pengelolaan anggaran perubahan,” imbuhnya.

Sehubungan dengan tupoksi DPRD adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundangan terutama dan APBD, mestinya DPRD Kota Dumai mendesak Walikota untuk segera melakukan pengisian terhadap jabatan lowong pada eselon III dan IV, karena adanya pejabat yang pensiun dan meminta izin ke Mendagri agar jabatan eselon II yang di Plt kan tersebut dikembalikan pada pejabat definitif produk assesment.

“Pertanyaan besarnya adalah fungsi pengawasan DPRD Kota Dumai lagi kemana…?,” pungkasnya.

Penulis: Edriwan