Bupati Andi Putra, Sukarmis dan Indra Agus Mangkir di Sidang Kasus Korupsi Hotel Kuansing

Sabtu, 19 Juni 2021

PEKANBARU, PANTAUNEWS.CO.ID - Bupati Kuantan Singingi Andi Putra, mantan Bupati Sukarmis dan mantan Kepala Bappeda Kuansing Indra Agus Lukman, mangkir saat sidang kasus korupsi ruang pertemuan Hotel Kuansing tahun 2015 yang digelar hari ini, Jumat (18/6/2021) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Ketiganya tidak datang memberikan kesaksian dengan alasan yang berbeda-beda.

Sidang yang diketuai oleh hakim Iwan Irawan MH itu hanya dihadiri oleh dua orang saksi yakni Hasvirta selaku Kabid Aset, Siwi Yudo selaku konsultan pengawas saat itu.

Sidang yang berjalan dari pukul 14.00 WIB hingga 15.30 ini akhirnya ditunda pada Jumat mendatang dengan agenda mendatangkan kembali saksi dari pihak pejabat pengambil kebijakan.

Diketahui ada 4 orang saksi yang tidak hadir dalam sidang ini yakni Sukarmis mantan Bupati Kuansing dua periode, yang tidak hadir dengan alasan positif Covid-19. Sementara Veronika istri dari pihak ketiga juga tak hadir karena Covid 19. Sedangkan Indra Agus Lukman tidak hadir karena dalam rangka tugas di Jakarta.

Sementara itu Bupati Andi Putra yang juga anak dari mantan bupati Sukarmis, tidak hadir tanpa menyebutkan alasannya. Namun seperti yang diberitakan, pada waktu bersamaan Andi Putra mendatangi gedung Kejaksaan Tinggi Riau untuk melaporkan Kepala Kejaksaan Negeri Kuansing Hadiman SH MH atas dugaan pemerasan terkait kasus yang sedang bergulir tersebut.

Sebelumnya Kepala Kejaksaan Negeri Kuansing Hadiman SH MH beberapa waktu lalu mengatakan akan menghadirkan ketiga saksi itu. Para terdakwa akan memberikan penjelasan terhadap awal duduk perkara kasus korupsi itu di hadapan hakim. Jadi ketiga saksi itu juga diperlukan keterangannya oleh jaksa penuntut umum dan majelis hakim.

JPU dalam dakwaannya menyebutkan korupsi terjadi pada 2015. Ketika itu terdakwa Fachruddin selaku Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing dan juga Pengguna Anggaran (PA) pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing dan juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam Kegiatan Pembangunan Ruang Pertemuan Hotel Kuansing.

Pembangunan Hotel Kuansing dilakukan berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Pemkab Kuansing di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Nomor DPA Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 1.03.1.03.07.29.02.5.2. Pada pos mata belanja diketahui terdapat kegiatan Pembangunan Ruang Pertemuan Hotel Kuansing.

Perkara itu bermula pada tahun 2014 lalu, yakni adanya pembangunan fisik Hotel Kuansing oleh Dinas CKTR kabupaten setempat. Kemudian di tahun 2015, dilakukan pembangunan ruang pertemuan hotel yang dikerjakan PT Betania Prima dengan pagu anggaran sebesar Rp13,1 miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Kuansing.

Dalam pekerjaannya, rekanan menyerahkan jaminan pelaksanaan Rp629 juta lebih. Selain itu, pada kegiatan ini terjadi keterlambatan pembayaran uang muka oleh PPTK, sehingga berdampak pada keterlambatan progres pekerjaan.

PT Betania Prima selaku rekanan juga tidak pernah berada di lokasi selama proses pengerjaan proyek tersebut. Mereka hanya datang saat pencairan pembayaran pekerjaan setiap terminnya, dalam hal ini dihadiri Direktur PT Betania Prima.

Hingga masa kontrak berakhir, pekerjaan tidak mampu diselesaikan rekanan. Rekanan hanya mampu menyelesaikan bobot pekerjaaan sebesar 44,5 persen, dan total yang telah dibayarkan Rp5,263 miliar.

Atas hal itu, PT Betania Prima dikenakan denda atas keterlambatan pekerjaan sebesar Rp352 juta. Namun, PPTK tidak pernah menagih denda tersebut.

Tidak hanya itu, PPTK juga tidak melakukan klaim terhadap uang jaminan pelaksanaan kegiatan yang dititipkan PT Betania Prima di Bank Riau Kepri sebesar Rp629 juta. Semestinya, uang tersebut disetorkan ke kas daerah, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing.

Sejak awal kegiatan, Kepala Dinas CKTR Kuansing selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tidak pernah membentuk tim Penilai Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). Sehingga, tidak pernah melakukan serah terima terhadap hasil pekerjaan, dan saat ini hasil pekerjaan tersebut tidak jelas keberadaannya.

Dengan demikian, Hotel Kuansing itu belum bisa dimanfaatkan. "Hasil perhitungan kerugian kerugian negara kerugian 5.050.257.046,21," kata JPU.

Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)