Inspektorat Kampar Akui Ada Bacalon Kades Tebus Temuan Hingga Rp200 Juta Lebih

Selasa, 19 Oktober 2021

Kepala Inspektorat Kabupaten Kampar Febrinaldi Tridarmawan

BANGKINANG, PANTAUNEWS.CO.ID - Jika ingin lolos dalam tahapan pencalonan, bakal calon kepala desa di Kabupaten Kampar yang berasal dari petahana dan mantan kepala desa harus mengantongi surat bebas temuan dari Inspektorat Kabupaten Kampar.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Bupati Kampar. Surat bebas temuan ini menjadi salah satu topik yang hangat diperbincangkan di kalangan masyarakat Kabupaten Kampar menjelang penutupan pendaftaran bakal calon kepala desa beberapa hari lalu dan penetapan calon kepala desa oleh panitia pilkades beberapa hari kedepan.

Beberapa desas-desus berkembang di tengah masyarakat termasuk adanya dugaan beberapa bakal calon yang baru saja menyelesaikan temuan saat ia menjadi kepala desa beberapa waktu lalu. Selain itu, jumlah uang yang harus mereka tutup guna bebas dari temuan juga nilainya ada yang cukup fantastis hingga dua ratusan juta rupiah. Jumlah uang yang harus dikembalikan itu merupakan akumulasi jumlah temuan yang harus ia kembalikan dari beberapa tahun anggaran saat dia memimpin desa tersebut.

Kepala Inspektorat Kabupaten Kampar Febrinaldi Tridarmawan kepada CAKAPLAH.COM akhir pekan kemarin tak menampik jika ada bacalon yang jumlah temuannya lebih dari dua ratusan juta rupiah. Sambil memperlihatkan daftar bacalon kades dari petahana dan mantan kades, Febrinaldi menyebutkan bahwa kewajiban pengembalian uang negara ini jumlahnya bervariasi.

Namun demikian, mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Kampar ini secara tegas mengatakan jika yang bersangkutan (bakal cakades dari petahana atau mantan kades, red) telah mengembalikan uang negara atau telah menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan (LHP) Inspektorat Kabupaten Kampar maka pihaknya telah mengeluarkan surat bebas temuan untuk bacalon kades tersebut.

Pengembalian itu dibuktikan dengan bukti setoran. "Tentu kita lihat dari bukti setoran. Sepanjang sudah terpenuhi, maka kita keluarkan karena memang sudah ditindaklanjuti," cakap Febrinaldi.

Ia menyebutkan, ada dua jenis penyetoran pengembalian uang karena adanya temuan kegiatan selama seseorang menjadi kepala desa.

Kalau temuan itu sifatnya pajak maka disetorkan ke kas daerah. "Karena sifatnya temuan pajak, Ada pajak daerah ada pajak pusat," terang Febrinaldi

Kemudian pengembalian temuan disetorkan ke kas desa apabila bukan pajak. Pengembalian ini melalui transfer ke rekening pemerintah desa. "Setorannya ditransfer. Dia nyetor di bank ke kas desa dan ada pernyataan bahwa dana tak bisa ditarik kembali," bebernya.

Jika pengembaliannya masuk ke kas desa maka di dalam anggaran pendapatan belanja desa (APBDEs) dimasukkan dalam pendapatan lain-lain.

Uang pengembalian ini dipergunakan pada APBDes Perubahan. Mekanisme penggunaan uang ini dibahas oleh pemerintah desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam musyawarah desa (musdes).

Ia mengungkapkan dari 102 desa yang akan menggelar pilkades serentak pada November nanti, pihaknya hanya mengeluarkan 88 surat keterangan bebas temuan. Rinciannya, ada 65 petahana dan 24 orang mantan kades yang terdaftar sebagai bacalon kades. "Artinya tidak semua yang mengurus bebas temuan," ulasnya.

Adanya aturan surat bebas temuan ini merupakan momen bagi pemerintah daerah untuk mengingatkan bakal calon kades agar melunasi segala kewajibannya. "Itu salah satu upaya. Seharusnya sudah berjalan sesuai waktu yang ditentukan. Tapi ini memaksa mereka dalam tanda kutip," katanya.

60 Hari Bisa Masuk ke Ranah Hukum

Lebih lanjut putra asal Kampar Kiri ini menegaskan, menurut aturan, sebenarnya temuan ini wajib ditindaklanjuti maksimal selama 60 hari setelah LHP dikeluarkan. Jika tidak ditindaklanjuti oleh kepala desa, maka masalah tersebut sudah bisa masuk ranah hukum.

"Nah, itu yang sebenarnya pengembalian bukan karena dia mencalonkan diri seharusnya. Begitu dapat LHP langsung dikembalikan," tegas Febri.

Dikatakan, hasil audit reguler selalu disampaikan ke pemerintah desa. Selanjutnya ada kewajiban desa untuk menindaklanjuti. Namun selama ini banyak kades mindset (cara berpikir)nya belum mengikuti aturan, selalu melalaikan temuan tersebut.

"60 hari itu sudah masuk ke ranah hukum sebenarnya. Karena 60 hari kan waktu yang diberikan untuk segera ditindaklanjuti. Tapi kades kadang-kadang itu tadi, karena lalai tadi, sedangkan kewajibannya ada sebenarnya," beber alumni STPDN ini.

Pihak Inspektorat Kabupaten Kampar diakuinya selalu berusaha melakukan pembinaan terhadap oknum kepala desa agar segera menindaklanjuti LHP.

"Kalau memang nanti misalnya ada persoalan ini masuk masuk ke kejaksaan misalnya, ini bisa masuk ke proses. Contohnya beberapa kasus masuk kejaksaan ini karena temuan itu. Contohnya kemarin di Dishub tahun 2017 karena tak ditindaklanjuti. Kalau aparat penegak hukum masuk itu sudah bisa," bebernya lagi.

LHP tersebut selalu disampaikan kepada kepala desa untuk ditindaklanjuti. Kemudian dari pemerintah meminta kepada perpanjangan tangan wilayah di kecamatan untuk melakukan pembinaan dan pemantauan.

"Dalam Permen 73, lapisan masyarakat mulai dari masyarakat, BPD, camat melakukan pengawasan boleh," katanya.

Menurut Febrinaldi, pengawasan maupun evaluasi terhadap laporan keuangan pemdes bisa dilakukan setiap tahun karena kepala desa wajib membuat laporan keterangan pertanggungjawaban.

Sebelum rekomendasi pencairan dana per tahapan dilakukan evaluasi oleh pihak kecamatan. "Nah, pihak Kecamatan punya kewenangan lakukan verifikasi dan melihat sejauhmana desa mengimplementasikan anggaran yang sudah masuk pertahapan sebelum diteruskan rekomendasi pencairannya," ulasnya.

Febrinaldi juga mengungkapkan keterbatasan pihaknya dalam melakukan pengawasan karena dengan keterbatasan sumber daya manusia dan keuangan sehingga tidak seluruh desa atau 242 desa setiap tahun mereka masuki. Disamping itu ada kegiatan serupa di setiap organisasi perangkat daerah (OPD) dan kegiatan mandatori dan lainnya. "Contoh tahun ini kita masuk hanya 148 desa. Sisanya tahun depan," katanya.

Sebagai solusinya, bagi desa yang tidak diaudit pada tahun ini maka pada tahun depan auditnya dua tahun anggaran sekaligus. (*)