Plt Ketua Demokrat Dumai: Pengajuan Rancangan Perda APBD Murni, Kok Kenapa Harus Diwakilkan?

Senin, 15 November 2021

Plt Ketua Demokrat Dumai Prapto Sucahyo A.Md saat duduk di DPRD 2009 - 2019

DUMAI, PANTAUNEWS.CO.ID – Dugaan masuknya anggaran ‘Pinjaman Daerah’ tanpa persetujuan DPRD dalam Rancangan Perda tentang APBD Kota Dumai Tahun Anggaran 2022 (RAPBD TA 2022), Plt Ketua DPC Partai Demokrat Prapto Sucahyo ulasnya satu persatu, Senin (15/11/21).

Pria yang akrab disapa Cahyo ini menyebutkan sejak berdirinya Kota Dumai, sepertinya hal itu belum pernah dilakukan oleh walikota-walikota sebelumnya.

“Jumlah pinjaman dana yang diajukan itu juga relatif besar yakni sebesar Rp.107 milyar. Namun sangat disayangkan, sejauh ini pinjaman daerah yang bernilai fantastis itu juga tidak jelas peruntukannya, ” kata Plt Ketua Demokrat Dumai Prapto Sucahyo.

Sebagai orang yang pernah duduk di DPRD Dumai, ia mencoba menjelaskan sedikit mengenai tahapan yang mestinya dilakukan dalam penyusunan dan pembahasan APBD. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda).

“Ingat ditetapkan dengan Perda,” ucap adik kandung mantan Wakil Wali Kota Dumai (Alm) Eko Suharjo ini dengan tegas.

Sebab, sebagai dasar pengelolaan keuangan Daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran, penyusunan dan pembahasan rancangan Perda tentang APBD mestinya mengacu pada ketentuan sesuai dengan undang-undang mengenai keuangan negara. Sebagaimana diketahui, baik DPRD provinsi maupun kabupaten/kota mempunyai fungsi Pembentukan Peraturan Daerah (Perda), fungsi Anggaran dan fungsi Pengawasan.

Rapat paripurna pembahasan RAPBD 2022 yang digelar pada Senin (8/11/21) lalu, Cahyo menyoroti terkait ketidakhadiran Wali Kota Dumai Paisal dan dalam hal ini diwakili Sekretaris Daerah.

Ditambahkannnya, Fraksi Demokrat DPRD Dumai merasa perlu menyikapinya dan mengingat sudah kedua kalinya terjadi. Kalau yang pertama dulu mungkin dapat dimaklumi karena rancangan Perda yang diajukan itu tentang pertanggungjwaban APBD 2020.

“Nah kalau sekarang ini yang diajukan kan rancangan Perda tentang APBD murni/induk, kenapa harus diwakilkan lagi?. Menurut pemahaman kami, APBD itu ruh-nya pemerintahan daerah dan apalagi didalam komponen RAPBD tersebut terdapat Pinjaman Daerah. Mestinya Wali Kota hadir dan tidak menyia-nyiakan forum yang disediakan tersebut untuk meyakinkan publik bahwa pinjaman tersebut akan dipergunakan dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan masyarakat, “ ungkap Anggota DPRD 2009 – 2014 ini dengan lugas.

Disampaikan Cahyo lagi, pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut cukup jelas diatur dalam Pasal 65 ayat (5) dan ayat (6) Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014. Sesuai Pasal 311 ayat (1) dan ayat (2) disebutkan, Kepala daerah wajib mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD. Untuk memperoleh persetujuan bersama dan Kepala daerah yang tidak mengajukan rancangan Perda tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama 6 (enam) bulan.

Heran Cahyo, esoknya Selasa (9/11/2021), ia mempersoalkan penyampaian rancangan Perda yang diwakilkan. Wali Kota justru mengatakan bahwa pemberian kuasa kepada Sekretaris Daerah untuk mewakili walikota menyampaikan penjelasan mengenai rancangan Perda APBD tersebut tidak melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Sayangnya, pernyataan walikota tersebut tidak dibarengi dengan menyebutkan satu-pun ketentuan paraturan perundangan yang membenarkan hal itu (boleh diwakilkan). Sebab, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 75 ayat (1) yang menyebutkan bahwa dalam pembahasan rancangan Perda Provinsi di DPRD Provinsi, Gubernur dapat diwakilkan, kecuali dalam pengajuan dan pengambilan keputusan. Bahwa ketentuan tersebut berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembahasan rancangan Perda kabupaten/kota,” ulas Cahyo.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terhadap proses pembahasan rancangan Perda Kota Dumai tentang APBD TA 2022 tersebut tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Lalu bagaimana dengan pembentukan perda Kota Dumai tentang APBD TA 2022  yang tidak memenuhi ketentuan tersebut?, menurut pendapat saya, hal itu hanya akan menghasilkan perda yang cacat hukum,” tukasnya.

Sedangkan terkait fungsi anggaran DPRD, hal itu diwujudkan dalam bentuk pembahasan untuk persetujuan bersama terhadap rancangan Perda tentang APBD yang diajukan oleh Kepala Daerah. Pembahasan terhadap KUA dan PPAS yang disusun oleh Kepala Daerah berdasarkan RKPD, rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD merupakan wujud dari pelaksanaan fungsi anggaran.

Lebih lanjut, pimpinan partai politik besutan AHY ini tegas mengatakan bahwa keadaan ini seolah-olah mencerminkan lemahnya pelaksanaan fungsi-fungsi DPRD Kota Dumai, terutama fungsi anggaran.

“Padahal semua jelas, pembahasan rancangan Perda tentang APBD dilaksanakan oleh DPRD dan Kepala Daerah. Setelah itu, Kepala Daerah menyampaikan rancangan Perda tentang APBD beserta penjelasan dan dokumen pendukung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, “ bebernya lagi.

Dalam ketentuan Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 sesuai Pasal 152 ayat (1) menyatakan, fungsi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) huruf b diwujudkan dalam bentuk pembahasan untuk persetujuan bersama terhadap Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang APBD Kabupaten/Kota yang diajukan oleh bupati/wali kota.

Lanjutnya, hal itu juga diatur dalam Pasal 17 PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD; juncto Pasal 20 Peraturan DPRD Kota Dumai Nomor 1 tahun 2019 tentang Tata Tertib DPRD menyebutkan, Pembahasan rancangan Perda tentang APBD dilaksanakan oleh DPRD dan Kepala Daerah setelah Kepala Daerah menyampaikan rancangan Perda tentang APBD beserta penjelasan dan dokumen pendukung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terkait dengan pinjaman daerah sebesar 107 Milyar, cahyo mengatakan bahwa hal tersebut sebenarnya sah-sah saja sepanjang hal itu dilakukan sesuai prosedur dan perundang-undangan. Pinjaman daerah yang dianggarkan ini sebutnya merupakan sebagai penerimaan pembiayaan dan hanyalah sebagian dari komponen APBD.

“Akan tetapi bagi pemerintah daerah yang berencana untuk melakukan pinjaman daerah harus dengan persetujuan DPRD dan diputuskan dalam sidang paripurna bersamaan dengan penandatangan nota kesepakatan Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS),” ucap Cahyo lagi.

Perlu diketahui, berdasarkan PP Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah antara lain adalah sesuai Pasal 3 yang menyebutkan bahwa Pengelolaan Pinjaman Daerah harus memenuhi prinsip taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, transparan, akuntabel, efisien, efektif dan kehati-hatian.

Dari sekian uraian ketentuan terkait pinjaman daerah tersebut, sebenarnya sudah dapat disimpulkan apakah pinjaman daerah yang dimasukkan dalam penyusunan APBD TA 2022 oleh Pemko dan DPRD Kota Dumai sudah memenuhi ketentuan perundangan atau belum. Dapat disandingkan antara tahapan penyusunan anggaran yang telah dilakukan dalam rangka pengajuan pinjaman daerah tersebut dengan ketentuan yang ada.

“Selain itu boleh kita cek, sejauh ini sepertinya tidak ada satu-pun dokumentasi dan publikasi baik oleh media maupun Sekretariat Daerah atau Sekretariat DPRD terkait pelaksanaan sidang paripurna DPRD dalam rangka Penandatangan Nota Kesepakatan KUA-PPAS TA 2022 dan persetujuan DPRD terhadap rencana pinjaman daerah tersebut,” tuturnya.

Diakhiri Cahyo, Fraksi demokrat yang dari semula memang tidak berkenan ikut serta dalam pembahasan rancangan Perda tentang APBD Kota Dumai TA 2022 yang dalam pengajuannya ke DPRD diwakilkan kepada Sekretaris Daerah tersebut sudah tentu tidak dapat memberikan persetujuan. (*)

Penulis: Edriwan