PEKANBARU, PANTAUNEWS.CO.ID - Terkait kritikan dari Aktivis sekaligus Ketua Presidium Pusat (PP) Gabungan Aksi Mahasiswa Alumni Riau (Gamari), mengenai Proyek Belanja Rutin dana publikasi di Pemprov Riau yang bernilai fantastis sebesar lebih dari Rp. 22 Milyar, yang saat ini berujung kepada dilaporkannya Gubernur Riau ke Kantor Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, di Jakarta yang justru membuat gerah beberapa pihak.
Kali ini, Aktivis Anti Korupsi yang juga dilaporkan oleh Dr drh H Chaidir MM, selaku Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR), dengan pengaduan dugaan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik dan/atau Fitnah dan/atau Penghinaan ke SPKT Polda Riau, pada hari Jumat (24/12/2021).
Dilansir dari lancangkuning.com, kuasa hukum Dr drh H. Chaidir MM, atas nama Gusti Randa SH MH dan Aziun Asyaari SH MH, mengatakan bahwa Ketua PP GAMARI itu telah melakukan tindak pidana penghinaan dan fitnah yang telah mencemarkan nama baik kliennya.
"Kami para pengacara merasa terpanggil atas tindak pidana penghinaan dan fitnah yang telah mencemarkan nama baik tokoh Riau yang juga telah kami anggap sebagai orang tua kami," demikian tegas Gusti Randa, SH MH dan Aziun Asyaari SH MH di sela-sela proses pelaporan di Mapolda Riau, seperti dikutip dari situs berita Lancangkuning.com.
Sementara itu, terpisah Advokat Kondang yang juga mantan Penyidik Kepolisian di Polda Riau, Dr Yudi Krismen SH MH alias Doktor YK dari Law Firm YK and Partner, selaku Kuasa Hukum Aktivis Anti Korupsi Larshen Yunus menanggapi dengan santai terkait pelaporan tersebut.
Ia bersepakat dengan pernyataan kuasa hukum dari Chaidir, bahwa negara Indonesia ini negara hukum. Maka semua warga negara wajib menjunjung tinggi nilai-nilai supremasi hukum, tidak boleh ada orang yang bukan aparat penegak hukum semena-mena atas nama hukum, seolah memiliki kuasa dan wewenang melebihi aparat penegak hukum.
Maka dari itu, Kuasa Hukum dan atau Penasehat Hukum (PH) dari Ketua PP GAMARI tersebut menegaskan bahwa berbicara tentang hukum pidana, berarti kita berbicara tentang pembuktian, yakni pembuktian dalam laporan yang dibuat di Polda Riau tersebut.
Untuk itu, Doktor Hukum Alumni dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) tersebut berharap, agar Polda Riau harus netral dalam memproses perkara tersebut, yakni tanpa memandang siapa pelapor dan siapa terlapor, karena setiap warga negara dihadapan hukum memiliki hak yang sama.
"Jangan justru karena pelapor mengatasnamakan sebagai tokoh masyarakat Riau, kemudian pihak Polda Riau berat sebelah dalam memeriksa perkara ini. Tentunya kita harapkan penyidik tidak terpengaruh dalam proses penanganan perkara tersebut," tutup Doktor YK.
Ditempat terpisah, saat dikonfirmasi awak media, Ketua PP GAMARI Larshen Yunus mengatakan bahwa dirinya siap menghadapi proses hukum, yakni terkait pelaporan dirinya dengan tuduhan (tudingan dan atau fitnah) tentang pencemaran nama baik.
"Saya sudah baca beritanya dan menganggap ini bagian dari resiko dari perjuangan. Hal itu konsenkuensi dari sikap yang selalu konsisten dalam menghadirkan keadilan, agar Riau yang kita cintai ini bebas dari segala bentuk Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan sebagai warga negara, tentunya kita harus menghormati proses hukum. Meskipun terlihat aneh bagi saya, apa korelasinya antara statemen saya yang mengkritik dana publikasi di Pemprov Riau yang bernilai hingga Rp. 22 milyar lebih dan Pergubri nomor 19 tahun 2021 tentang kerja sama publikasi itu dengan Ketua Umum FKPMR. Apakah FKPMR itu bagian dari Pemprov Riau yang saya Kritik itu adalah kebijakan pejabat dilingkungan Pemprov Riau bukan pejabat FKPMR, itu pun tidak ada menyebutkan nama seseorang," jelas Larshen Yunus.
Dengan menggunakan kata bijak, Aktivis Larshen Yunus mengatakan bahwa sebagai warga negara yang baik, seharusnya mampu memilih dan memilah dalam memposisikan diri, fungsi dan jabatannya.
"Sebuah pelajaran bagi pribadi saya untuk tidak akan mencampur aduk antara satu jabatan dengan jabatan lainnya, meski dalam satu pribadi yang sama," kata Alumni Sekolah Vokasi Mediator Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu.
Larshen Yunus menegaskan lagi, bahwa sebagai pejabat publik seharusnya siap untuk dikritik dan diawasi dalam menggunakan anggaran negara.
Selanjutnya disampaikannya, jika pemimpin itu amanah sesuai dengan sumpah jabatan yang di ucapkannya dibawah kitab suci, tentu sebagai warganya kita wajib menghormati bahkan menjunjungnya. Tetapi kalau pemimpin itu justru tidak amanah, tentu kita sebagai warga juga wajib mengingatkannya, seperti yang tertuang dalam tunjuk ajar melayu mengenai kepemimpinan.
"Acuan pantang mendurhaka ini ditujukan kepada pendurhakaan pemimpin yang terpuji, adil dan benar, bukan terhadap pemimpin yang menyalah, zalim dan sebagainya. Hal ini tercermin dalam ungkapan 'Raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah'. Jadi, pemimpin yang adil dan benar-benar sempurna wajib ditaati, sedangkan pemimpin yang justru zalim haruslah disanggah, dilawan, disingkirkan atau setidak-tidaknya diberi peringatan atau teguran," tutup Larshen Yunus, Aktivis Kelahiran Kota Pekanbaru dan jebolan dari Kampus Universitas Riau. (*)