Larshen Yunus: Fakta, Mayoritas Kebun Kelapa Sawit Dimiliki Orang Diluar Provinsi Riau

Jumat, 17 Desember 2021

Foto: Ilustrasi (Net)

PEKANBARU, PANTAUNEWS.CO.ID - Menanggapi sikap dan pujian yang berlebihan dari kelompok para ‘Badut-badut’ terkait ribuan hektar kebun kelapa sawit di Provinsi Riau, hari ini, Jum'at (17/12/21) Aktivis Larshen Yunus angkat bicara.

Bertempat di Lobby Hotel Grand Elite Pekanbaru, Ketua Presidium Pusat (PP) Gabungan Aksi Mahasiswa Alumni Riau (GAMARI) itu tegas mengatakan bahwa kebun kelapa sawit di Riau kehadirannya bak seperti ibu tiri.

"Dari dulu saya coba berdiam diri, melihat, mendengar dan mengamati. Walaupun saya sendiri punya kebun kelapa sawit ala kadarnya, namun sikap tegas ini mesti disampaikan dihadapan publik bahwa sudah sangat terlanjur kelewatan, pujian dari kelompok para ‘badut badut’ tentang sawit di Riau, “ tukas Larshen Yunus.

Ditambahkannya, seakan- akan kelapa sawit ini mayoritas punya peran penting bagi masyarakat di 12 kabupaten/ kota se-Provinsi Riau. Menurutnya, nyatanya ini omong kosong belaka dan fisiknya ada di Riau, namun nyawanya di negeri orang lain.

Alumni Sekolah Vokasi Mediator Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu juga mengatakan bahwa mayoritas kepemilikan kebun kelap sawit di Riau ini justru berasal orang-orang dari luar Riau, baik sifatnya pribadi maupun perusahaan.

Bagi Aktivis Anti Korupsi itu, selama ini sawit di Riau hanya isapan jempol belaka. Naik atau turunnya TBS, sama sekali tidak mempengaruhi fluktuatif nilai perekonomian di Provinsi Riau. 

"Sikap memuji kelapa sawit di Riau terkesan norak. Bagi kami, hanya pihak-pihak yang punya kepentingan mafia yang akan selalu memuji kehadiran sawit di Riau ini. Kesannya mewah, ternyata selama ini aliran uang atas panennya kelapa sawit itu hanya numpang lewat saja. Para pemiliknya mayoritas tinggal di luar Provinsi Riau. Hasil giat investigasi kami bahwa diketahui pemilik kebun kelapa sawit di Riau kebanyakan tinggal di wilayah Provinsi tetangga, yakni di Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat, pokoknya di Riau hanya fisiknya saja," tutur Aktivis yang juga jebolan kampus Universitas Riau itu.

Terakhir, Aktivis Larshen Yunus lagi-lagi menegaskan, bahwa kelompok para badut yang selalu memuji dan membanggakan kehadiran sawit di Riau untuk mengurangi sikap norak seperti itu. Karena faktanya, kehadiran kebun kelapa sawit di Riau tersebut tak sejalan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ber-KTP Riau.

"Pokoknya wallahuallam dan jangan kita termakan isu murahan. Kesannya wah, ternyata justru tak berguna. Sawit di Riau hanya sebatas mata memandang saja dan fisiknya kelihatan luas ternyata seperti ibu tiri. Lebih mempergunakan uang hasil sawit itu diluar sana ketimbang beredar di wilayah Provinsi Riau. Itu fakta, kalau masih tak mengerti, ayo kita lakukan dialog terbuka. Kami siap ladeni para ‘badut badut’ yang selama ini selalu memuji sawit dan seakan sawit menjadi primadona di Riau ini, padahal ibarat tong kosong nyaring bunyinya," akhir Larshen Yunus, seraya bergegas menuju mobilnya. (*)