Larshen Yunus: Putusan Hakim PN Pekanbaru Tak Rasional dan Ciderai Citra Polri

Sabtu, 18 Desember 2021

PEKANBARU, PANTAUNEWS.CO.ID - Terkait kasus penggunaan narkotika jenis sabu oleh mantan Kasat Narkoba Polresta Pekanbaru, yang beberapa hari ini divonis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru  1,5 tahun,  membuat Aktivis Larshen Yunus murka.

Aktivis yang juga mantan Ketua Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT) Provinsi Riau itu menegaskan bahwa putusan hakim PN Pekanbaru sangat keliru dan cenderung tak rasional.

Bagi Aktivis Larshen Yunus, Hakim PN Pekanbaru sama sekali tidak peka dengan kasus tersebut. Karena sudah sangat jelas pelakunya adalah aparat sekaligus mantan Kasat Narkoba yang seharusnya tidak melakukan hal hal hina seperti itu.

"Beliau itu Aparat Penegak Hukum (APH) dan yang paling menjijikkan lagi, beliau mantan Kasat Narkoba. Tetapi justru terbukti menjadi pelaku pengguna, ini sangat hina dan bagi kami telah jelas menodai kemurnian profesi Polri yang begitu mulia," ungkap Larshen Yunus, dengan nada kesal.

Bertempat di Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik Satya Wicaksana, hari ini Sabtu (18/12/21), Aktivis Larshen Yunus memastikan bahwa pihaknya akan segera menyurati Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Agar majelis hakim itu segera diberi sanksi tegas, karena bagi Alumni Sekolah Vokasi Mediator Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu, hakim PN Pekanbaru tersebut diduga kuat telah melakukan proses 'Dramaturgi Hukum' atas putusan yang tak wajar.

Sebagaimana diketahui, bahwa mantan Kasat Narkoba Polresta Pekanbaru atas nama Kompol Yuhanies divonis hukuman 1,5 tahun penjara. Majelis Hakim yang diketuai oleh Istiono SH MH melihat kasus tersebut biasa-biasa saja.

Istiono menilai kasus yang dilakukan Kompol Yuhanies selaku anggota Polri yang terakhir bertugas di Polda Riau itu hal biasa, seperti kasus narkoba lainnya. Padahal, apabila merujuk dari profesi selaku APH, Kompol Yuhanies seharusnya dihukum 6 tahun penjara, bahkan hukuman mati juga sangat wajar.

Vonis yang kami dengar dibacakan Hakim pada persidangan hari Kamis (16/12/21) lalu itu, justru telah memastikan bahwa proses penegakan hukum di PN Pekanbaru telah menciderai semangat Presiden RI Joko Widodo, khususnya dalam rangka pemberantasan Tindak Pidana Narkoba.

"Bukan hanya itu saja, kita semua juga tahu bahwa saat ini Bapak Kapolda Riau lagi gencar-gencarnya dalam proses penegakan hukum dibidang Tindak Pidana Narkoba. Tapi hasil ketok palunya kok seperti itu," tutur Larshen Yunus, seraya terheran-heran.

Bagi Aktivis Larshen Yunus, hukuman 6 tahun penjara yang disampaikan pihaknya sesuai dengan tuntutan JPU (Jaksa Penuntut Umum). Tapi dihadapan majelis hakim, justru masuk angin.

"Sedari awal kami tegaskan, bahwa kalau hukuman mati belum berlaku di negeri ini, maka Kompol Yuhanies cocok dihukum dengan pelanggaran Pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika," ungkap Larshen Yunus.

Terakhir pria tinggi tegap yang juga Alumni Sospol Universitas Riau itu mempertegas, bahwa secepatnya Hakim Istiono dilaporkan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial (KY) RI di Jakarta, putusan yang diberikannya terkesan memble dari rujukan manapun.

"Kepentingan kami hanya satu, yakni konsisten menghadirkan keadilan dan ikhtiar memperbaiki negeri. APH mestinya tidak seperti itu dan hanya sanksi tegas yang dapat menjawabnya," akhir Aktivis Larshen Yunus, menutup pernyataan persnya. (*)