Dirut Pertamina : Solar subsidi tidak Untuk Industri Tambang Dan Perkebunan Sawit

Senin, 28 Maret 2022

JAKARTA, PANTAUNEWS.CO.ID - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menduga Solar subsidi digunakan oleh kalangan yang tak berhak. Ini mengacu pada kegiatan industri yang meningkat namun penjualan Solar nonsubsidi justru menurun.

“Kalau kita lihat porsi dari Solar subsidi itu terhadap keseluruhan penjualan (Solar) ini mencapai 93 persen, jadi nonsubsidi itu hanya 7 persen, ini apakah betul untuk menunjang sektor logistik dan industri yang tak termasuk besar ini 93 persen, ini perlu dilihat dengan APH (Anak Perusahaan Hulu) (jika) antrian yang kita lihat justru dari industri besar seperti sawit dan tambang, Ini harus ditertibkan,” paparnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (28/3/2022).

“Kalau kita lihat porsi dari Solar subsidi itu terhadap keseluruhan penjualan (Solar) ini mencapai 93 persen, jadi nonsubsidi itu hanya 7 persen, ini apakah betul untuk menunjang sektor logistik dan industri yang tak termasuk besar ini 93 persen, ini perlu dilihat dengan APH (Anak Perusahaan Hulu) (jika) antrian yang kita lihat justru dari industri besar seperti sawit dan tambang, Ini harus ditertibkan,” paparnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (28/3/2022).

“Harusnya (Solar subsidi) tidak cover industri tambang dan perkebunan sawit, ada aturannya dalam Perpres,” imbuh Nicke.

Ia menjabarkan, saat ini terjadi disparitas harga yang cukup tinggi antara Solar subsidi dan nonsubsidi. Ia menyebut selisihnya berada di Rp 7.800 per liter antara harga yang ditetapkan dengan harga keekonomian.

Guna memastikan salurannya tepat, ia pun akan mengecek lebih lanjut penjualan Solar subsidi tersebut.

Jadi inilah yang mendorong juga shifting ataupun ada yang tidak tepat sasaran, jadi kami gandeng APH untuk pengendalian monitoring juga shifting ataupun ada yang tidak tepat sasaran. Jadi kami gandeng APH untuk pengendalian monitoring di lapangan agar ini sesuai dengan yang diperuntukkan,” paparnya.

Dengan adanya data tersebut, ia menduga ada kebocoran penggunaan Solar subsidi oleh pihak yang tidak seharusnya. Ini juga berkaitan dengan aktivitas industri yang belakangan mengalami kenaikan seiring dengan penjualan Solar nonsubsidi yang menurun.

Kita duga seperti itu, dan ini kelihatannya karena penjualan Solar nonsubsidi itu turun, penjualan subsidi naik, padahal industri naik, jadi semuanya kesana,” katanya.

“ini yang perlu diluruskan ada Perpres, mungkin diperlukan level Kepmen untuk bisa digunakan sebagai dasar di lapangan, juklak juknisnya gimana mengatur industri apa dan tidak boleh dan berapa volumenya untuk itu,” paparnya.(*)