Bisnis Penguasa dan Pengusaha Dalam Demokrasi

Senin, 16 Mei 2022

Oleh: Arisfa Mirna, Mahasiswi Ilmu Politik FISIP USK

BANDA ACEH, PANTAUNEWS.CO.ID - Hubungan penguasa dan pengusaha sebenarnya sudah diawali sejak Era Orde Baru. Penguasa sedemikian rupa mengondisikan jejaring kekuasaan menjadi tempat bergantung kalangan pengusaha . 

Demokrasi memberikan ruang yang luas bagi penguasa untuk berbisnis dalam kekuasaa. Mereka kaum Pengusaha dan penguasa yang menjadikan demokrasi sebagi kedok untuk kepentingan individu. 

Bisnis penguasa dan pengusaha dalam demokrasi tak luput telah melahirkan Kebijakan-kebijakan ekonomi yang hanya menguntungkan kepentingan individu dan kelompok tertentu, tanpa memperdulikan kepentingan rakyat. 

Pengusaha akan mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah. Bahkan, mereka rela mengeluarkan dana besar untuk mempengaruhi penyusunan kebijakan agar kepentingan mereka terakomodasi dengan modus-modus yang canggih, bahkan bisa menjurus manipulatif.

Dalam demokrasi persoalan mengenai kepentingan penguasa yang sejak awal memang telah di ragukan dan di khawatirkan, menjadi masalah utama dalam demokrasi. 

Kumpulan pembisnis demokrasi itu berkuasa disegala bidang dan akan selalu merugikan negara dan rakyat banyak. 

Beragam kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sebagai wakil negara hingga kini masih menunjukkan ketidak berpihakan kepada rakyat. 

Tindakan, strategi, pilihan atau keputusan terkait ekonomi yang seharusnya untuk kebaikan bersama, kini telah disalahgunakan untuk kesejahteraan segelintir orang. 

Sehingga, kebijakan tersebut menjadi remeh-temeh, yang tidak memprioritaskan kepentingan rakyat. Inilah banalitas kebijakan ekonomi yang masih mengganggu kemajuan bangsa serta  membuat ekonomi Indonesia semakin terpuruk.

Oleh karena itu, rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi di negeri ini harus selalu bersikap kritis terhadap segala bentuk kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah. 

Masyarakat perlu ikut mengkaji, menelaah, dan mengawasi secara menyeluruh dampak dari kebijakan tersebut. 
Kita harus berfikir secara cerdas, sepak terjang dan wacana yang digulirkan penguasa dan pengusaha berkenaan dengan sumber-sumber ekonomi Indonesia. 

Kita semua harus ingat bahwa semua kekayaan yang ada di bumi Indonesia, termasuk kekayaan ekonomi, adalah milik seluruh rakyat Indonesia, bukan milik penguasa atau elit ekonomi tertentu. 

Meski ada banyaknya  pemerintahan mengalami penyelewengan terhadap demokrasi pancasila, namun melakukan perlawanan terhadap hal-hal itu diperlukan suatu usaha yang lebih keras lagi untuk mengembalikan demokrasi yang mementingkan kepentingan rakyat. 

Sebuah kenyataan bagi kita betapa tidak mudahnya untuk mengembalikan demokrasi ketangan rakyat. 

 Kekuasaan penjabat dalam demokrasi yang menindas kedaulatan rakyat semakin merajarela ketika wilayah kekuasaan menyebar dan sistem demokrasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. 
Karna Aturan hukum yang dikuasai oleh penguasa, dan pengusaha mengendalikan hukum dengan uang.
Bangsa kita telah mengalami yang namanya politik hukum tidak sehat, saya katakan tidak sehat sebab kepentingan individu atau kelompok lebih diprioritaskan dan dikedepankan dibandingkan kepentingan rakyat, amanahkan konstitusi tak dihiraukan dengan cermat dan sehat?,
bahkan tak sedikit yang melanggar atau mengelabui hukum agar kekuasaan dan kepentingannya selamat. 

Dan tak sedikit juga hukum yang dibuat sangat lemah akan kepentingan (politik) sehingga merugikan rakyat. Ini mendakan bahwa politik memang superpower dibandingkan hukum, sehingga produk hukumpun tak pro rakyat.

Ketika kekuasaan tidak lagi dipergunakan untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk individu dan sekelompok pengusaha, maka tidak akan ada lagi peluang untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  

Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin melarat.  Jalinan Kemesraan antara pengusaha dan penguasa juga melahirkan  praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dinegeri tercinta ini. 

Adanya akibat buruk dari hubungan antara penguasa dan pengusaha ini, apakah sudah direnungkan baik-baik oleh orang nomor satu di negeri ini. (Juliadi)