Keberagamam Budaya Dalam Seni Tari Tulo-Tulo di Aceh

Rabu, 14 Desember 2022

Oleh : Raisa Chairunnisa, merupakan Mahasiswi Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry

BANDA ACEH, PANTAUNEWS.CO.ID - Negara Republik Indonesia memiliki budaya dan kesenian yang sangat beragam dari setiap daerahnya. Salah satu daerah di Indonesia yang sangat kaya akan kesenian adalah provinsi Aceh. Rabu, (14/12/22).

Tak obahnya seperti provinsi lainnya. Namun, provinsi ini berada di ujung pulau Sumatera yang juga mempunyai banyak produk budaya dan kesenian yang cukup terkenal. Di antaranya yaitu tarian tradisional khas Aceh. Tidak hanya dikenal sebagai kota wisata religi dan wisata kuliner, tari Aceh juga cukup terkenal di kalangan masyarakat Indonesia bahkan sampai ke luar negeri. 

Dalam situs resmi Provinsi Aceh, kesenian tradisional tari Aceh berkembang secara turun-temurun yang kemudian menjadikannya sebagai identitas budaya bagi masyarakat didalam Provinsi Aceh.

Jika berbicara tentang tari Aceh, maka banyak orang pasti akan langsung memikirkan tentang tari Saman. Padahal tarian tradisional dari Aceh sangat banyak jenisnya dan memiliki kisah sejarah tersendiri yang tak kalah menarik nya seperti salah satunya tari tulo-tulo yang  berasal dari kota sabang, yang pertama kali di ciptakan oleh suku nias yang bermukim di di kota tersebut.
 
Tak luput juga di Aceh berada seni tari, seperti sejarah tari Tulo-tulo. Tari Tulo-Tulo adalah tari peperangan yang merupakan seni tari yang diciptakan oleh orang-orang Nias yang bermukim di Kota Sabang pada tahun 1920, yang rindu akan tanah kelahiran mereka di Gunung Sitoli, Kepulauan Nias.

Namun, Tari Tulo-Tulo sendiri tidak memiliki arti khusus dalam bahasa indonesia, hanya saja para seniman dahulu yang menarikan tarian ini kerap menyebutnya TuloTulo, kata Tulo-Tulo sendiri dimaksudkan sebagai sorak sorai sebagai pernyataan semangat dari hasil kemenangan setelah peperangan.
Tarian ini dipimpin oleh seorang raja/syech, yang memimpin para penari, sebelum kemerdekaan Indonesia tarian ini dilakukan setelah memenangkan peperangan sebagai kegembiraan saat setelah memenangkan peperangan. Tarian ini dahulunya juga sering ditampilkan saat hari-hari besar Belanda sebagai hiburan, karena orang-orang Belanda tertarik akan Tari Tulo-Tulo ini.

Tarian ini sering di tarikan pada saat hari kemerdekaan bersama dengan pertunjukan kesenian yang lainnya seperti, wayang kulit, wayang golek, dan pencak silat. Tarian ini cukup menarik perhatian , namun sayangnya tidak ada satupun dokumentasi yang tertinggal tentang tarian ini, karena sudah lama sekali tarian ini tidak ditarikan.
 
?Tari Tulo-Tulo itupun dilakukan oleh kaum pria, baik yang masih muda maupun tua. Tari ini ditarikan oleh sebanyak  9 penari, ataupun 11 penari, dan seterusnya dalam jumlah ganjil.

Tarian ini dipimpin oleh seorang raja/syech, yang memimpin para penari. Gerakan dari Tulo-Tulo adalah gerak yang monoton dan di ulang ulang, namun terdapat banyak ragam gerak dari tarian Tulo-Tulo yaitu, Sarêu (bersatu), talifuseu (persaudaraan), haru menabaluse (perang dengan senjata pedang dengan baluse atau perisai), faliga baluse (melenggang dengan perisai atau pedang), sara bamaina (main gembira), simate mila menemali (maju pantang mundur walau mati menanti), dan yang terakhir adalah belatu terlak (persilatan dan pisau).

Adapun syair yang digunakan dalam tarian ini, adalah syair yang menggunakan bahasa daerah Nias. Alat musik yang digunakan dalam tarian ini yaitu accordion dan perkusi. Busana atau kostum yang digunakan adalah rompi, dan celana panjang sebetis, dan untuk syech/raja menggunakan baju lengan panjang dengan warna seperti merah, kuning, ataupun juga hitam, pengikat kepala yang digunakan dalam tarian ini merupakan pengikat kepala yang dibuat dari kertas kilat. Properti yang digunakan dalam tarian ini adalah tombak, pedang, dan perisai. Bintang yang dilukiskan pada perisai menunjukan pangkat dari para penari, bintang tiga untuk panglima dan bintang satu untuk anggota, sedangkan untuk sang raja tidak memakai perisai.

Adapun syair yang digunakan dalam tari ini yaitu syair yang menggunakan bahasa nias, berikut syairnya : Taneniha banua somasido Tanesi tumbu ya ovena Hazemuko linda obazare Baleoli fu dosa iya Tanesi si tumbu Mohili wa e bolon daso So duo ni dane bomb obo Fasoi asise bolo` Duhu simate niha nene mali, Huu!! He he! He he! Ya ga a, Ya ga a Ba tali Fuseu Ita ga a, Ita ga a Sarêu ba maena Talau maina sa Ni wa e ga a dasa Ni wa e na khi dasa He sarêu baga a Lalalala… Lalalala… Izanina ha si bobodorosi Izanina si bua ba riti riti Eha hei si hai e hei He bay a he la hei ba ya hei! Ehe he! He ba sie hei ba si hei ya he! Ehe he la hulee Hebasidu hu siduhuni wa e, amandono! E basola, basola maena Bahaye bale le bafale galiba luse Ehe ehe he! Ehe ehe! Izanina ha si bobodorosi hei hei!! Izanina si bua ba riti riti Bahaye bale le bafale galiba luse Ehe ehe he! Ehe ehe! Ata ba ga a, Sorau ba maena Mi ata kheza ba ne he maena Izanina ha si bobodorosi he Izanina si bua ba riti riti, Hei!! Duhu simate niha ne ne mali! Huu!!. (Juliadi)